Selasa, 01 Mei 2012

Kisah Seorang Yahudi yang Mengislamkan Jutaan Orang



 
 

Kamis, 01 Maret 2012
Oleh: Mustamid
SI SUATU tempat di Prancis sekitar lima puluh tahun yang lalu, ada seorang berkebangsaan Turki berumur 50 tahun bernama Ibrahim. Ia adalah orangtua yang menjual makanan di sebuah toko makanan. Toko tersebut terletak di sebuah apartemen di mana salah satu penghuninya adalah keluarga Yahudi yang memiliki seorang anak bernama "Jad" berumur 7 tahun.

Jad, si anak Yahudi Hampir setiap hari mendatangi toko tempat di mana Ibrahim bekerja untuk membeli kebutuhan rumah. Setiap kali hendak keluar dari toko –dan Ibrahim dianggapnya lengah– Jad selalu mengambil sepotong cokelat milik Ibrahim tanpa seizinnya.

Pada suatu hari usai belanja, Jad lupa tidak mengambil cokelat ketika mau keluar, kemudian tiba-tiba Ibrahim memanggilnya dan memberitahu kalau ia lupa mengambil sepotong cokelat sebagaimana kebiasaannya. Jad kaget, karena ia mengira bahwa Ibrahim tidak mengetahui apa yang ia lakukan selama ini. Ia pun segera meminta maaf dan takut jika saja Ibrahim melaporkan perbuatannya tersebut kepada orangtuanya.

"Tidak apa, yang penting kamu berjanji untuk tidak mengambil sesuatu tanpa izin, dan setiap saat kamu mau keluar dari sini, ambillah sepotong cokelat, itu adalah milikmu”, ujar Jad sebagai tanda persetujun.

Waktu berlalu, tahun pun berganti dan Ibrahim yang seorang Muslim kini menjadi layaknya seorang ayah dan teman akrab bagi Jad si anak Yahudi

Sudah menjadi kebiasaan Jad saat menghadapi masalah, ia selalu datang dan berkonsultasi kepada Ibrahim. Dan setiap kali Jad selesai bercerita, Ibrahim selalu mengambil sebuah buku dari laci, memberikannya kepada Jad dan kemudian menyuruhnya untuk membukanya secara acak. Setelah Jad membukanya, kemudian Ibrahim membaca dua lembar darinya, menutupnya dan mulai memberikan nasehat dan solusi dari permasalahan Jad.

Beberapa tahun pun berlalu dan begitulah hari-hari yang dilalui Jad bersama Ibrahim, seorang Muslim Turki yang tua dan tidak berpendidikan tinggi.

14 Tahun Berlalu

Jad kini telah menjadi seorang pemuda gagah dan berumur 24 tahun, sedangkan Ibrahim saat itu berumur 67 tahun.

Alkisah, Ibrahim akhirnya meninggal, namun sebelum wafat ia telah menyimpan sebuah kotak yang dititipkan kepada anak-anaknya di mana di dalam kotak tersebut ia letakkan sebuah buku yang selalu ia baca setiap kali Jad berkonsultasi kepadanya. Ibrahim berwasiat agar anak-anaknya nanti memberikan buku tersebut sebagai hadiah untuk Jad, seorang pemuda Yahudi.

Jad baru mengetahui wafatnya Ibrahim ketika putranya menyampaikan wasiat untuk memberikan sebuah kotak. Jad pun merasa tergoncang dan sangat bersedih dengan berita tersebut, karena Ibrahim-lah yang selama ini memberikan solusi dari semua permasalahannya,  dan Ibrahim lah satu-satunya teman sejati baginya.

Hari-haripun berlalu, Setiap kali dirundung masalah, Jad selalu teringat Ibrahim. Kini ia hanya meninggalkan sebuah kotak. Kotak yang selalu ia buka, di dalamnya tersimpan sebuah buku yang dulu selalu dibaca Ibrahim setiap kali ia mendatanginya.

Jad lalu mencoba membuka lembaran-lembaran buku itu, akan tetapi kitab itu berisikan tulisan berbahasa Arab sedangkan ia tidak bisa membacanya. Kemudian ia pergi ke salah seorang temannya yang berkebangsaan Tunisia dan memintanya untuk membacakan dua lembar dari kitab tersebut. Persis sebagaimana kebiasaan Ibrahim dahulu yang selalu memintanya membuka lembaran kitab itu dengan acak saat ia datang berkonsultasi.

Teman Tunisia tersebut kemudian membacakan dan menerangkan makna dari dua lembar yang telah ia tunjukkan. Dan ternyata, apa yang dibaca oleh temannya itu, mengena persis ke dalam permasalahan yang dialami Jad kala itu. Lalu Jad bercerita mengenai permasalahan yang tengah menimpanya, Kemudian teman Tunisianya itu memberikan solusi kepadanya sesuai apa yang ia baca dari kitab tersebut.

Jad pun terhenyak kaget, kemudian dengan penuh rasa penasaran ini bertanya, "Buku apa ini?"
Ia menjawab, "Ini adalah Al-Qur'an, kitab sucinya orang Islam!"

Jad sedikit tak percaya, sekaligus merasa takjub,

Jad lalu kembali bertanya, "Bagaimana caranya menjadi seorang muslim?"
Temannya menjawab, "Mengucapkan syahadat dan mengikuti syariat!"

Setelah itu, dan tanpa ada rasa ragu, Jad lalu mengucapkan Syahadat, ia pun kini memeluk agama Islam!

Islamkan 6 juta orang
Kini Jad sudah menjadi seorang Muslim, kemudian ia mengganti namanya menjadi Jadullah Al-Qur'ani sebagai rasa takdzim atas kitab Al-Qur'an yang begitu istimewa dan mampu menjawab seluruh problema hidupnya selama ini. Dan sejak saat itulah ia memutuskan akan menghabiskan sisa hidupnya untuk mengabdi menyebarkan ajaran Al-Qur'an.

Mulailah Jadullah mempelajari Al-Qur'an serta memahami isinya, dilanjutkan dengan berdakwah di Eropa hingga berhasil mengislamkan enam ribu Yahudi dan Nasrani.

Suatu hari, Jadullah membuka lembaran-lembaran Al-Qur'an hadiah dari Ibrahim itu. Tiba-tiba ia mendapati sebuah lembaran bergambarkan peta dunia. Pada saat matanya tertuju pada gambar benua Afrika, nampak di atasnya tertera tanda tangan Ibrahim dan dibawah tanda tangan itu tertuliskan ayat :

((اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ...!!))

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik!!...” [QS. An-Nahl; 125]

Iapun yakin bahwa ini adalah wasiat dari Ibrahim dan ia memutuskan untuk melaksanakannya.

Beberapa waktu kemudian Jadullah meninggalkan Eropa dan pergi berdakwah ke negara-negara Afrika yang di antaranya adalah Kenya, Sudan bagian selatan (yang mayoritas penduduknya adalah Nasrani), Uganda serta negara-negara sekitarnya. Jadullah berhasil mengislamkan lebih dari 6.000.000 (enam juta) orang dari suku Zulu, ini baru satu suku, belum dengan suku-suku lainnya.

Akhir Hayat Jadullah

Jadullah Al-Qur'ani, seorang Muslim sejati, da'i hakiki, menghabiskan umur 30 tahun sejak keislamannya untuk berdakwah di negara-negara Afrika yang gersang dan berhasil mengislamkan jutaan orang.

Jadullah wafat pada tahun 2003 yang sebelumnya sempat sakit. Kala itu beliau berumur 45 tahun, beliau wafat dalam masa-masa berdakwah.

Kisah pun belum selesai

Ibu Jadullah Al-Qur'ani adalah seorang wanita Yahudi yang fanatik, ia adalah wanita berpendidikan dan dosen di salah satu perguruan tinggi. Ibunya baru memeluk Islam pada tahun 2005, dua tahun sepeninggal Jadullah yaitu saat berumur 70 tahun.

Sang ibu bercerita bahwa –saat putranya masih hidup– ia menghabiskan waktu selama 30 tahun berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan putranya agar kembali menjadi Yahudi dengan berbagai macam cara, dengan segenap pengalaman, kemapanan ilmu dan kemampuannya, akan tetapi ia tidak dapat mempengaruhi putranya untuk kembali menjadi Yahudi. Sedangkan Ibrahim, seorang Muslim tua yang tidak berpendidikan tinggi, mampu melunakkan hatinya untuk memeluk Islam, hal ini tidak lain karena Islamlah satu-satunya agama yang benar.

Yang menjadi pertanyaannya, "Mengapa Jad si anak Yahudi memeluk Islam?"

Jadullah Al-Qur'ani bercerita bahwa Ibrahim yang ia kenal selama 17 tahun tidak pernah memanggilnya dengan kata-kata: "Hai orang kafir!" atau "Hai Yahudi!" bahkan Ibrahim tidak pernah untuk sekedar berucap: "Masuklah agama Islam!"

Bayangkan, selama 17 tahun Ibrahim tidak pernah sekalipun mengajarinya tentang agama, tentang Islam ataupun tentang Yahudi. Seorang tua Muslim sederhana itu tak pernah mengajaknya diskusi masalah agama. Akan tetapi ia tahu bagaimana menuntun hati seorang anak kecil agar terikat dengan akhlak Al-Qur’an.

Kemudian dari kesaksian Dr. Shafwat Hijazi (salah seorang dai kondang Mesir) yang suatu saat pernah mengikuti sebuah seminar di London dalam membahas problematika Darfur serta solusi penanganan dari kristenisasi, beliau berjumpa dengan salah satu pimpinan suku Zolo. Saat ditanya apakah ia memeluk Islam melalui Jadullah Al-Qur’ani?, ia menjawab; tidak! namun ia memeluk Islam melalui orang yang diislamkan oleh Jadullah Al-Qur'ani.

Subhanallah, akan ada berapa banyak lagi orang yang akan masuk Islam melalui orang-orang yang diislamkan oleh Jadullah Al-Qur’ani. Dan Jadullah Al-Qur'ani sendiri memeluk Islam melalui tangan seorang muslim tua berkebangsaan Turki yang tidak berpendidikan tinggi, namun memiliki akhlak yang jauh dan jauh lebih luhur dan suci.

Begitulah hikayat tentang Jadullah Al-Qur'ani, kisah ini merupakan kisah nyata yang penulis dapatkan kemudian penulis terjemahkan dari catatan Almarhum Syeikh Imad Iffat yang dijuluki sebagai "Syaikh Kaum Revolusioner Mesir". Beliau adalah seorang ulama Al-Azhar dan anggota Lembaga Fatwa Mesir yang ditembak syahid dalam sebuah insiden di Kairo pada hari Jumat, 16 Desember 2011 silam.

Kisah nyata ini layak untuk kita renungi bersama di masa-masa penuh fitnah seperti ini. Di saat banyak orang yang sudah tidak mengindahkan lagi cara dakwah Qur'ani. Mudah mengkafirkan, fasih mencaci, mengklaim sesat, menyatakan bid'ah, melaknat, memfitnah, padahal mereka adalah sesama muslim.

Dulu da'i-da'i kita telah berjuang mati-matian menyebarkan Tauhid dan mengislamkan orang-orang kafir, namun kenapa sekarang orang yang sudah Islam malah justru dikafir-kafirkan dan dituduh syirik? Bukankah kita hanya diwajibkan menghukumi sesuatu dari yang tampak saja? Sedangkan masalah batin biarkan Allah yang menghukumi nanti. Kita sama sekali tidak diperintahkan untuk membelah dada setiap manusia agar mengetahui kadar iman yang dimiliki setiap orang.

Mari kita renungi kembali surat Thaha ayat 44 yaitu Perintah Allah swt. kepada Nabi Musa dan Harun –'alaihimassalam– saat mereka akan pergi mendakwahi fir'aun. Allah berfirman,

((فَقُولاَ لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى))

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut.”

Bayangkan, Fir'aun yang jelas-jelas kafir laknatullah, namun saat dakwah dengan orang seperti ia pun harus tetap dengan kata-kata yang lemah lembut, tanpa menyebut dia Kafir Laknatullah! Lalu apakah kita yang hidup di dunia sekarang ini ada yang lebih Islam dari Nabi Musa dan Nabi Harun? Atau adakah orang yang saat ini lebih kafir dari Fir'aun, di mana Al-Qur'an pun merekam kekafirannya hingga kini?

Lantas alasan apa bagi kita untuk tidak menggunakan dahwah dengan metode Al-Qur'an? Yaitu dengan Hikmah, Nasehat yang baik, dan Diskusi menggunakan argumen yang kuat namun tetap sopan dan santun?

Maka dalam dakwah yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana cara kita agar mudah menyampaikan kebenaran Islam ini.
Oleh karenanya, jika sekarang kita dapati ada orang yang kafir, bisa jadi di akhir hayatnya Allah akan memberi hidayah kepadanya sehingga ia masuk Islam.
Bukankah Umar bin Khattab dulu juga pernah memusuhi Rasulullah? Namun Allah berkehendak lain, sehingga Umar pun mendapat hidayah dan akhirnya memeluk Islam. Lalu jika sekarang ada orang muslim, bisa jadi di akhir hayatnya Allah mencabut hidayah darinya sehingga ia mati dalam keadaan kafir. Na'udzubillah tsumma Na'udzubillahi min Dzalik.

Karena sesungguhnya dosa pertama yang dilakukan iblis adalah sombong dan angkuh serta merasa diri sendiri paling suci sehingga tak mau menerima kebenaran Allah dengan sujud hormat kepada nabi Adam –'alaihissalam–. Oleh karena itu, bisa jadi Allah mencabut hidayah dari seorang muslim yang tinggi hati lalu memberikannya kepada seorang kafir yang rendah hati. Segalanya tiada yang mustahil bagi Allah!

Marilah kita pertahankan akidah Islam yang telah kita peluk ini, dan jangan pernah mencibir ataupun "menggerogoti" akidah orang lain yang juga telah memeluk Islam serta bertauhid. Kita adalah saudara seislam seagama. Saling mengingatkan adalah baik, saling melindungi akidah sesama muslim adalah baik. Marilah kita senantiasa berjuang bahu-membahu demi perkara yang baik-baik saja. Wallahu Ta'ala A'la Wa A'lam Bis-Shawab.*

Penulis adalah mahasiswa Program Licence Universitas Al-Azhar Kairo Konsentrasi Hukum Islam. Facebook; Mustamid
Keterangan: Muslim Afsel dan foto Penulis

Kamis, 18 Agustus 2011

Tadzabbur Surat At-Takwir

dakwatuna.com - Para ulama sepakat bahwa surah at-Takwir adalah surah Makkiyah. Ia berjumlah 29 (dua puluh sembilan) ayat. Diriwayatkan dari Ibn Umar (radiallu anhuma), bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang ingin merasakan hari kiamat seperti menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, hendaklah ia membaca “idza syamsu kuwirat, idza syamaaunfatarat, dan idza syamaaunsyaqat”. (HR Tirmidzi). Dengan tiga surah tersebut (at-Takwiral-Infitar dan al-Insyiqaq), seseorang memang dapat membayangkan betapa dahsyatnya peristiwa kiamat nanti. Jika kita menyaksikan fim Doomsday 2012 (Kiamat 2012), sungguh film itu tak sebanding dengan hakikat kiamat, sebab pada film itu masih ada sekelompok orang yang selamat dan tak semua kehidupan lenyap.
Surah at-Takwir ini, menurut Sayyid Qutb, setidaknya memiliki dua kandungan utama: Pertama: At-Takwir bercerita tentang hakikat kiamat. Hal itu tertuang dari ayat 1 sampai dengan 14. Kiamat adalah sesuatu yang wajib diimani oleh setiap muslim. Ia adalah peristiwa di mana seluruh alam semesta akan berakhir menunaikan tugas dan fungsinya. Matahari, bintang-gemintang dan seluruh planet akan mengakhiri rotasi edarnya. Mereka “digulung” bak layar kapal yang tak lagi dibutuhkan. Demikian halnya dengan gunung yang selama ini setia menjadi paku perekat bumi. Air laut pun ditumpahkan untuk menyapu seluruh makhluk yang hidup di atas bumi. Tak ada makhluk bernyawa yang tersisa. Dan tak ada lagi kehidupan yang bermakna.
Kedua: Hakikat wahyu, kekuasaan Allah yang menurunkan wahyu, perantaranya (Jibril) dan sifat-sifat Nabi yang menjadi penyebar wahyu tersebut. Hal ini tercermin mulai dari ayat 15 sampai dengan 29. Seperti kita ketahui,
Pada tadabbur kali ini, saya ingin membagi pembahasannya dengan merujuk pada pendapat Sayyid Qutb di atas.
Bagian Pertama (ayat 1 s/d 14)
Allah swt berfirman:
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ﴿١﴾وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ﴿٢﴾وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ﴿٣﴾وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ﴿٤﴾وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ﴿٥﴾وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ﴿٦﴾وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ﴿٧﴾وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ﴿٨﴾بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ﴿٩﴾وَإِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ﴿١٠﴾وَإِذَا السَّمَاءُ كُشِطَتْ﴿١١﴾وَإِذَا الْجَحِيمُ سُعِّرَتْ﴿١٢﴾وَإِذَا الْجَنَّةُ أُزْلِفَتْ﴿١٣﴾عَلِمَتْ نَفْسٌ مَّا أَحْضَرَتْ﴿١٤﴾
1. apabila matahari digulung, 2. dan apabila bintang-bintang berjatuhan, 3. dan apabila gunung-gunung dihancurkan, 4. dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan) 5. dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan, 6. dan apabila lautan dijadikan meluap 7. dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh) 8. dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, 9. karena dosa Apakah Dia dibunuh, 10. dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka, 11. dan apabila langit dilenyapkan, 12. dan apabila neraka Jahim dinyalakan, 13. dan apabila surga didekatkan, 14. Maka tiap-tiap jiwa akan
Ayat pertama:
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ ﴿١﴾
Apabila matahari digulung
Jika ingin melihat kiamat, bayangkan matahari digulung. Wow.
Para ahli mengatakan, matahari adalah pusat tata surya kita. Bintang yang satu ini sangat istimewa karena perannya sangat menentukan bagi kehidupan di Bumi. Bahkan ia juga disebut sebagai “bintang yang membakar dirinya sendiri” (An-Najm Tsaqib). Sehari saja matahari tak menunaikan tugasnya, entah jadi apa bumi kita ini. Berikut ini sekilas fakta-fakta menarik tentang matahari: Diameternya sekitar 1.390.000 km. Bandingkan dengan diameter Bumi yang hanya sekitar 12.740 km. Nah, bila Bumi dimasukkan dalam Matahari, Matahari bisa menampung sebanyak 109 Bumi. Kemudian suhu inti Matahari berkisar dari 15.000.000 derajat Celsius pada inti dalam, dan pada inti luar suhu mencapai 7.000.000 derajat Celsius. Suhu pada permukaan matahari ‘hanya’ 6.000 derajat Celsius.
Ketika gunung Merapi meletus pada bulan lalu (Oktober 2010), magma panas yang dimuntahkannya hanya sekitar 600 derajat celsius. Tapi, lihatlah efek yang ditimbulkannya. Hampir seluruh desa di kawasan sekitar Merapi luluh lantak dihantam “wedhus gembel”. Bahkan tak kurang dari 100 orang menemui ajalnya karena hantaman panas Merapi, termasuk Mbah Marijan, sang juru kunci Merapi. Maka, tak terbayangkan jika makhluk hidup harus berhadapan dengan panas 6000 derajat celsius. Tak mungkin ada benda padat yang dapat bertahan melainkan ia akan segera mencair.
Allah swt mengungkapkan pada ayat pertama ini bahwa matahari kelak akan “digulung” atau (dalam bahasa Arab) “kuwirat”. Ungkapan “kuwwirat” ini menarik untuk dicermati. Menurut Imam Al-Alusi, kata ini diambil dari asal kata “kara” yang berarti melipat kain menjadi surban di kepala. Pada masyarakat Arab, memakai surban (imamah) adalah tradisi yang telah berlangsung ribuan tahun. Untuk menunjukkan betapa mudahnya menggulung matahari bagi Allah, maka Allah memberi perumpamaan sebagaimana mudahnya orang-orang Arab menggulung kain menjadi surban.
Ayat kedua:
Allah swt berfirman,
وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ﴿٢﴾
Dan apabila bintang-bintang berjatuhan.
Diriwayatkan dari Abu Shaleh dari Ibn Abbas berkata, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Pada hari (kiamat) itu, tidak tersisa di langit satu bintang pun kecuali seluruhnya berjatuhan ke atas bumi. Hingga, hingga lapisan bumi ketujuh terbawa ke atas dan menimpa yang di atasnya.”
Bayangkan, bintang gemintang yang entah berapa jumlahnya, kelak akan hancur berjatuhan. Kata Ibn Abbas, sesungguhnya peredaran seluruh bintang dijaga oleh malaikat. Jika lonceng kematian dibunyikan, maka seluruh makhluk yang bernyawa akan mati. Malaikat penjaga bintang pun akan selesai menunaikan tugasnya. Pada posisi seperti itulah bintang akan berjatuhan.
Ayat ketiga:
Allah swt berfirman,
وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ ﴿٣﴾
Dan apabila gunung-gunung dihancurkan,
Kita tahu, gunung adalah pasak bumi. (Lihat pembahasannya pada surah An-Naba’). Sebagai pasak, gunung berperan membuat bumi kokoh. Jika kita melihat puncak gunung yang menjulang tinggi, sesungguhnya bagian yang menghujam ke bumi jauh lebih panjang lagi. Ambil contoh sederhana, gunung Krakatau misalnya. Gunung itu meletus pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Anak Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.
Kini, setelah ratusan tahun, anak-anak Krakatau mulai aktif kembali. Jika satu gunung saja meledak mampu membuat dunia geger, maka bayangkanlah jika seluruh gunung dihancurkan oleh Allah swt. Hal ini dipertegas oleh Allah swt dalam surah al-Kahfi ayat 47.
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا﴿٤٧﴾
dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorangpun dari mereka. (QS Al-Kahfi 47)
Ayat keempat,
Kemudian Allah SWT berfirman,
وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ ﴿٤﴾
Dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan)
Pada masyarakat Arab tradisional, unta adalah harta yang paling berharga. Apalagi jika unta tersebut dalam kondisi hamil, maka nilainya pun menjadi semakin tinggi. Allah swt memberi gambaran pada mereka bahwa jika kiamat kelak, mereka tak lagi peduli dengan harta yang paling mereka sayangi sekalipun. Jangankan kiamat, bumi goyang sedikit saja, kita sudah lupa segalanya. Terutama buat mereka yang sehari-hari berada di gedung bertingkat, baik perkantoran ataupun apartemen.
Kiamat membuat manusia lupa dengan hartanya. Tak peduli lagi. Allah swt menggunakan kata Isyaru untuk merujuk makna unta. Dalam bahasa Arab, unta biasa disebut Ibil atau Jamal. Lalu mengapa pada ayat ini bukan kedua kata itu yang digunakan. Allah swt memilih isyaru untuk menjelaskan secara singkat bahwa üntanya dalam kondisi hamil. Bahkan, menurut Imam al-Qurtubi, isyaru menunjukkan secara tegas bulan kehamilan kesepuluh. Artinya, harta (unta) itu sudah betul-betul di puncak mahalnya. Namun, dengan peristiwa kiamat, manusia tak peduli lagi dengan hal itu.
Pada masyarakat modern, “unta hamil” ini dapat diqiyaskan dengan segala asset yang bernilai milyaran rupiah, baik itu berupa aset bergerak (movable property) atau asset tidak bergerak (immovable property). Kelak jika kiamat, tak ada lagi manusia modern yang peduli dengan hartanya itu.
Ayat kelima:
Allah swt berfirman:
وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ ﴿٥﴾
Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan,
Menarik, mengapa pada ayat ini Allah swt menyebut “binatang liar dikumpulkan.” Ibn Abbas mengatakan, bahwa seluruh makhluk hidup lebih dulu dimatikan, termasuk binatang buas, kecuali bangsa jin dan manusia.
Ayat keenam:
وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ ﴿٦﴾
Dan apabila lautan dijadikan meluap
Pada ayat ini kita mendapati bahwa kelak lautan akan meluap. Subhanallah, sekian tahun lalu, tak pernah dapat kita bayangkan bagaimana lautan dapat meluap. Tetapi, tsunami Aceh, 26 Desember 2004 membuka mata kita bahwa mudah sekali air laut “diterbangkan” ke daratan. Kata, “sujjirat”, menurut Imam Hasan dan Ad-Dhahak, berarti “penuh dan melimpah.” Peristiwa tersebut, kata Imam Qusyairi, sesungguhnya dapat dengan mudah dilakukan Allah swt apabila Dia telah membuka “dinding” yang membatasi dua lautan tersebut. Bukankah Allah swt berfirman dalam surah Ar-Rahman ayat 19-20,
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ ﴿١٩﴾ بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيَانِ ﴿٢٠﴾
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu () Antara keduanya (lautan) ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.
Jelaslah di sini bahwa laut memiliki pembatas. al-Qusyairi mengatakan pembatas yang memisahkan antara air tawar dan air asin itu kelak dicabut, hingga banjir meluap di mana-mana.
Kemudian Allah swt berfirman,
Ayat ke-tujuh.
وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ﴿٧﴾
Dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh).
Saat menafsirkan ayat ini, Imam Fakhrurrazi menyebutkan tiga pendapat. Pertama: bahwa setiap ruh akan dipertemukan kembali dengan jasadnya. Pendapat ini didasarkan pada tekstualitas kalimat yang menyebutkan secara implicit bahwa setiap ruh akan dikembalikan ke kandungan jasadnya. Bukankah orang-orang kafir selalu bertanya, bahwa apakah Allah swt akan mengembalikan jasad mereka setelah hancur dimamah bumi? Kedua: bahwa setiap ruh akan dibagi sesuai kelompoknya. Pendapat ini didasari pada firman Allah swt,
وَكُنتُمْ أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً ﴿٧﴾ فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ ﴿٨﴾ وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ ﴿٩﴾ وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ ﴿١٠﴾
7. dan kamu menjadi tiga golongan. 8. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. 9. dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. 10. dan orang-orang yang beriman paling dahulu, (QS Al-Waqiah 7-10).
Ketiga: ruh dikelompokkan berdasarkan ketaatannya kepada penguasa di zamannya. Jika sepanjang di dunia seseorang taat pada pemimpin yang adil, ia akan dipertemukan dengan pemimpinnya yang adil itu. Demikian sebaliknya, bila sepanjang hidup manut pada kezhaliman, ia pun akan dipertemukan dengan kezhalimannya itu. Pendapat ini didasari pada penafsiran atas firman Allah swt,
احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ ﴿٢٢﴾ 
22. (kepada Malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zhalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, (QS As-shafaat 22).
Dalam mentadabburi ayat ini, saya lebih condong pada pendapat pertama yang disebutkan Imam Fakhrurrazi d atas. Pendapat ini didasari pada fakta bahwa tema bahasan ayat ini adalah peristiwa kiamat. Maka, seyogianya, pada kondisi penjelasan keadaan kiamat dipertegas dengan mempertemukan ruh kembali pada jasadnya. Ada berbagai ayat di surah-surah lainnya yang menjelaskan bagaimana orang-orang kafir mempertanyakan kemampuan Allah mengembalikan jasad manusia setelah hancur di telan bumi. Padahal, hal tersebut sangatlah mudah bagi Allah swt.
وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ ﴿٧﴾ وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ ﴿٨﴾
“dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh,”
Ada dua hal menarik pada ayat delapan dan Sembilan ini. Pertama: pada masyarakat Arab dahulu, mengubur bayi perempuan dalam keadaan hidup adalah hal yang biasa terjadi. Hal ini, terutama pada masyarakat miskin yang menganggap anak perempuan kelak menjadi beban mereka. Dan ketakutan akan kelaparan menjadi penyebab utamanya. Karena itulah, Allah swt ingatkan dalam firman-Nya,
 dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
Kini, membunuh anak bukan hanya tradisi masyarakat Arab kuno, namun juga masyarakat modern. Berapa banyak anak yang dibunuh oleh orang tuanya sendiri dengan alasan himpitan ekonomi, atau bahkan karena sebab-sebab sepele lainnya.
Kedua: sebagian ahli tafsir mengatakan, mengapa anak-anak itu yang ditanya dan bukan orang tuanya? Padahal kan mereka tak tahu apa sebab pembunuhannya. Menarik sekali untuk mengutip pendapat Imam Fakhrurrai yang mengatakan bahwa bayi yang dibunuh kelak memberikan jawaban hingga membuat pembunuhnya menangis pilu.
Bagian Kedua: ayat 15 – 29
فَلَا أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ﴿١٥﴾الْجَوَارِ الْكُنَّسِ﴿١٦﴾وَاللَّيْلِ إِذَا عَسْعَسَ﴿١٧﴾وَالصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ﴿١٨﴾إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ﴿١٩﴾ذِي قُوَّةٍ عِندَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ﴿٢٠﴾مُّطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ﴿٢١﴾وَمَا صَاحِبُكُم بِمَجْنُونٍ﴿٢٢﴾وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ﴿٢٣﴾وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ﴿٢٤﴾وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَّجِيمٍ﴿٢٥﴾فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ﴿٢٦﴾إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِّلْعَالَمِينَ﴿٢٧﴾لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ﴿٢٨﴾وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ﴿٢٩﴾
15. sungguh, aku bersumpah dengan bintang-bintang, 16. yang beredar dan terbenam, 17. demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, 18. dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing, 19. Sesungguhnya Al Qur’an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), 20. yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan Tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, 21. yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. 22. dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. 23. dan Sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. 24. dan Dia (Muhammad) bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib. 25. dan Al Qur’an itu bukanlah Perkataan syaitan yang terkutuk, 26. Maka ke manakah kamu akan pergi[1560]? 27. Al Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, 28. (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. 29. dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
Setelah bercerita tentang peristiwa kiamat dan hal-hal yang menjadikannya sesuatu yang maha dahsyat, Allah SWT mengajak kita untuk memperhatikan hakikat keimanan, kenabian dan peran para malaikat yang membawa wahyu untuk Rasulullah saw. Pada bagian kedua dari surah at-Takwir ini, kata Sayyed Qutb, kita melihat ungkapan yang memiliki diksi sangat tinggi tentang hal-hal di atas.
Pada bagian ini, saya mencoba menafsirkan at-Takwir dengan memadukan pendekatan Sayyed Qutb, Fakhrurrazi dan al-Qurtubi. Di sana-sini ada bagian yang sangat menarik untuk dicermati, selain bahwa – seperti kata Qutb – memiliki diksi yang tinggi, juga membawa kekaguman akan fenomena ilmu pengetahuan modern.
فَلَا أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ﴿١٥﴾
15. sungguh, aku bersumpah dengan bintang-bintang, 16. yang beredar dan terbenam,
Pada ayat kelima belas, Allah swt bersumpah dengan menyebutkan kata bintang (yang tersembunyi). Kata yang digunakan untuk merujuk bintang adalah “al-khunas”. Dalam bahasa Arab, bintang biasanya disebut dengan kata najm.  Bentuk plural (jamak) nya adalah nujum.  Ada teman yang bernama Najmuddin, artinya bintang agama. Karena itu pula, kita sering mendengar ungkapan, si fulan itu ahli nujum. Maksud sebenarnya, seseorang itu adalah ahli masalah perbintangan (astronomi). Sayangnya, banyak orang memahaminya dengan keliru, ahli nujum dikira tukang ramal. Sehingga mereka meminta diramal nasib dan peruntungannya pada orang itu. Padahal, kata Rasulullah SAW, Allah melaknat tukang ramal. Sehingga, kata beliau SAW lagi “Barangsiapa yang mendatangi tukang rama dan bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari“.
 Kembali pada ayat ini, Allah swt tidak menggunakan kata “najm”, melainkan “al-khunash”. Ahli tafsir mengatakan, khunash adalah bentuk plural dari khanish. Artinya, sesuatu yang menghilang. Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW diriwayatkan bersabda, “Syaitan senantiasa menggoda (membuat wiswas) seorang hamba. Apabila disebut nama Allah, syaitan sembunyi (khunish).” Jadi, khanish itu berarti lenyap dari pandangan mata. Namun demikian, pada ayat berikutnya, Allah swt berfirman, (artinya) “yang beredar dan terbenam”. Jadi, ada satu jenis bintang yang beredar (aljawar) sangat cepat sehingga kecepatannya melebihi kecepatan cahaya yang dipancarkannya.
Ketika menafsirkan ayat ini, para ahli tafsir klasik mencoba mereka-reka dengan menjelaskan soal bintang yang tak terlihat itu. Imam al Qurthubi menafsirkan: “Yaitu bintang-bintang yang bersembunyi di siang hari, dan tersapu atau tertutup pada petang harinya”. Imam Ar-razi mengatakan, “Allah SWT bersumpah demi bintang-bintang yang tersembunyi di siang hari, yaitu hilang cahayanya dari pandangan mata, tetapi ia tetap berada pada tempat peredarannya, dan tersapu atau tertutupi pada petang harinya”. Beberapa ahli tafsir modern menafsirkan: “yaitu bintang-bintang yang menghilang atau kembali pada porosnya, dan melintas ke peredarannya kemudian bersembunyi kembali”.
Penafsiran para ulama, baik klasik atau modern itu, memiliki satu benang merah. Yaitu, bahwa ada sejenis bintang yang wujudnya ada tapi tak dapat dilihat oleh pandangan mata. Hal ini mirip dengan salah satu fenomena alam di ruang angkasa yang baru pada abad kedua puluh ditemukan oleh para pakar astronomi. Penemuan itu dikenal dengan istilah Black-hole. Black-hole sesungguhnya adalah bintang yang meredup cahayanya dan berubah menjadi pekat.
Menurut Wikipedia, black hole adalah sebuah pemusatan yang cukup besar sehingga menghasilkan gaya  yang sangat besar. Gaya yang sangat besar ini mencegah apa pun lolos darinya kecuali melalui perilaku terowongan kuantum. Medan gravitas begitu kuat sehingga kecepatan lepas di dekatnya mendekati kecepatan cahaya. Tak ada sesuatu, termasuk elektromagnetik yang dapat lolos darinya. Bahkan hanya dapat masuk tetapi tidak dapat keluar atau melewatinya, dari sini diperoleh kata “hitam”. Istilah “lubang hitam” telah tersebar luas, meskipun ia tidak menunjuk ke sebuah istilah lubang dalam arti biasa, tetapi merupakan sebuah wilayah di angkasa di mana semua tidak dapat kembali. Secara teoritis, lubang hitam dapat memiliki ukuran apa pun, dari mikroskopik sampai ke ukuran alam raya yang dapat diamati
Teori adanya lubang hitam pertama kali diajukan pada abad ke-18 oleh John Michell and Pierre-Simon Laplace, selanjutnya dikembangkan oleh astronom Jerman bernama Karl Schwarzschild, pada tahun 1916, dengan berdasar pada teori relativitas umum dari Albert Einstein, dan semakin dipopulerkan oleh Stephen William Hawking. Pada saat ini banyak astronom yang percaya bahwa hampir semua galaksi di alam semesta ini mengelilingi lubang hitam pada pusat galaksi.
Adalah John Archibald Wheeler pada tahun 1967 yang memberikan nama “Lubang Hitam” sehingga menjadi populer di dunia bahkan juga menjadi topik favorit para penulis fiksi ilmiah. Kita tidak dapat melihat lubang hitam akan tetapi kita bisa mendeteksi materi yang tertarik / tersedot ke arahnya. Dengan cara inilah, para astronom mempelajari dan mengidentifikasikan banyak lubang hitam di angkasa lewat observasi yang sangat hati-hati sehingga diperkirakan di angkasa dihiasi oleh jutaan lubang hitam.
– Bersambung

Selasa, 12 Juli 2011

untukmu...wahai para SUAMI !!!

Penulis: Musyafa Ahmad Rahim, MA*

Suatu hari seorang suami pulang kerja
Dan mendapati tiga orang anaknya sedang berada di depan rumah
Semuanya bermain lumpur, dan masih memakai pakaian tidur
Berarti semenjak bangun tidur, mereka belum mandi dan belum berganti pakaian.

Sang suami melangkah menuju rumah lebih jauh..

Ternyata .. kotak-kotak bekas bungkus makanan tersebar di mana-mana
Kertas-kertas bungkus dan plastic bertebaran tidak karuan
Dan … pintu rumah bagian depan dalam keadaan terbuka.

Begitu ia melewati pintu dan memasuki rumah …

masyaAllah … kacau … berantakan …

ada lampu yang pecah
ada sajjadah yang tertempel dengan permen karet di dinding
televisi dalam keadaan on dan dengan volume maksimal
boneka bertebaran di mana-mana
pakaian acak-acakan tidak karuan menyebar ke seluruh penjuru ruangan,

dapur? Ooooh tempat cucian piring penuh dengan piring kotor
sisa makanan pagi masih ada di atas meja makan
pintu kulkas terbuka lebar,

sang suami mencoba melihat lantai atas
ia langkahi boneka-boneka yang berserakan itu
ia injak-injak pula pakaian yang berserakan tersebut
maksudnya adalah hendak mendapatkan istrinya
siapa tahu ada masalah serius dengannya.

pertama sekali ia dikejutkan oleh air yang meluber dari kamar mandi
semua handuk berada di atas lantai dan basah kuyup
sabun telah berubah menjadi buih
tisu kamar mandi sudah tidak karuan rupa, bentuk dan tempatnya
cermin penuh dengan coretan-coretan odol,

dan....

begitu ia melompat ke kamar tidur...

ia dapati istrinya sedang tiduran sambil membaca komik!!!

?????#$%!?

Melihat kepanikan sang suami, sang istri memandang kepadanya dengan tersenyum.

Dengan penuh keheranan sang suami bertanya: “apa yang terjadi hari ini wahai istriku?!!”.

Sekali lagi sang istri tersenyum seraya berkata:

“Bukankah setiap kali pulang kerja engkau bertanya dengan penuh ketidakpuasan: ‘apa sih yang kamu kerjakan hari ini wahai istriku’, bukankah begitu wahai suamiku tersayang?!”

“Betul” jawab sang suami.

“Baik,” kata sang istri,

“hari ini, aku tidak melakukan apa yang biasanya aku lakukan”.

.......
.......
.......

MESSAGE yang ingin disampaikan adalah:

1. Penting sekali semua orang memahami, betapa orang lain mati-matian dalam menyelesaikan pekerjaannya, dan betapa besar pengorbanan yang telah dilakukan oleh orang lain itu agar kehidupan ini tetap berimbang, berimbang antara MENGAMBIL dan MEMBERI, TAKE and GIVE.

2. Dan … agar tidak ada yang mengira bahwa dialah satu-satunya orang yang habis-habisan dalam berkorban, menanggung derita, menghadapi kesulitan dan masalah serta menyelesaikannya.

3. Dan … jangan dikira bahwa orang-orang yang ada di sekelilingnya, yang tampaknya santai, diam, dan enak-enakan … jangan dikira bahwa mereka tidak mempunyai andil apa-apa.

4. Oleh karena itu, HARGAILAH JERIH PAYAH DAN KIPRAH ORANG LAIN dan JANGAN MELIHAT DARI SUDUT PANDANG YANG SEMPIT.

Ust. Musyaffa: "Terus terang apa yang saya postingkan ini, saya sendiri pun sedang berusaha untuk mentarbiyah diri dengannya." (saya juga Ust! sukron nasehatnya!)

Syariat dan Hakikat dalam TIDUR

Ini sekelumit tentang #Tidur.
Menakjubkan karena tentang #Tidur menjadi perhatian Rasul saw sebelum sains.
Dan sains di kemudian hari menemukan banyak rahasia besar dalam #Tidur dan mimpi.
Al Qur'an menyebut "dan malam sebagai pakaianmu" atau "siang dan malam" sebagai tanda2 kebesaraNya.
Ada puluhan (setidaknya 40 hadits) tentang #Tidur. Sebegitu tinggi perhatian sunnah.
Misanya, nabi anjurkan bersuci (wudhu) sebelum #Tidur. Juga dianjurkan tanpa cahaya dan suara.

Mungkin karena sains menemukan bahwa #Tidur itu adalah semacam "kematian kecil" atau kematian itu sendiri. Karenanya perlu bersuci.
Dan #Tidur juga semacam "overhaul" atas jiwa, raga dan pikiran. Karena itu cahaya dan suara perlu "berhenti" sejenak.
Tidur seperti "upacara" menuju perhentian sementara karena itu perlu "dirayakan".

Sepertiga hidup kita ini adalah #Tidur jika gagal memahami tidur 1/3 hidup kita sia-sia.

Ritual #Tidur (berwudzu dan berdoa sebelum tidur) sering kita lupakan, inilah yg membuat kita sering bangun dalam keadaan tidur dan tidur dalam keadaan bangun. (Na'udzubillah)

Nabi ajarkan semacam "perenungan" menjelang #Tidur. Semacam "evaluasi" atau muhasabah.
Lalu, kita dianjurkan mengingat, apa yg salah, apa yg benar, apa dosa dan kebaikan kita pada hari itu. Sebelum #Tidur.
Lalu, kita memaafkan semua yg bersalah dan meminta ampun atas dosa padaNya. Kita menihilkan diri sebelum "mati" dlm #Tidur.

Lalu, memori dan "file document" tersusun dalam rak yang teratur kembali. Jiwa dan raga pun menopang.
Ini yg antarkan kita pada "mimpi baik" dan hasilkan #Tidur yg berkwalitas.

Sekian pengantar #Tidur.

Kamis, 07 Juli 2011

Kesinergian antara Negara dan Agama

Hasan Al-Banna adalah seorang mujahid dakwah yang tidak hanya mewariskan Ikhwanul Muslimin yang kini menjadi gerakan Islam terbesar di dunia. Ia juga mewariskan pemikiran-pemikiran yang sangat berharga bagi dunia Islam, tidak hanya bagi Ikhwan. Kontribusi pemikirannya telah memenuhi ruang sejarah tersendiri yang sampai kini terus dikaji dan diadopsi banyak gerakan Islam. Begitu pun pemikirannya dalam bidang politik.
Melalui buku At-Tarbiyah As-Siyasiyah Inda Hasan Al-Banna, yang diterjemahkan menjadi Tarbiyah Politik Hasan Al-Banna ini, Dr. Yusuf Qaradhawi mengupas dimensi aspek politik yang orisinil dan detail tentang aspek politik dalam metode tarbiyah yang digagas oleh Hasan Al-Banna.
Buku yang diterbitkan dalam rangka memperingati seratus tahun kelahiran Hasan Al-Banna ini diselesaikan Dr. Yusuf Qaradhawi dengan terlebih dahulu mengkaji perkataan Hasan Al-Banna melalui berbagai kumpulan risalahnya, kemudian melakukan muqaranah (komparasi) antara perkataan Hasan Al-Banna satu sama lain, dan metode an-naqd al-‘ilmi al-maudhu’i (kritik ilmiyah tematik). Dengan metode itu, Dr. Yusuf Qaradhawi mendapatkan kesimpulan 8 pilar tarbiyah politik Hasan Al-Banna dan ia berbeda pendapat serta mengkritisi Hasan Al-Banna pada pilar ketujuh.
Delapan pilar itu adalah:
1. Memadukan antara Islam dan politik (agama dan negara)
2. Membangkitkan kesadaran wajib membebaskan tanah air Islam
3. Membangkitkan kesadaran wajib mendirikan pemerintahan islami
4. Menegakkan eksistensi umat Islam
5. Menyadarkan kewajiban persatuan Islam
6. Menyambut sistem perundang-undangan
7. Mengkritisi multipartai dan kepartaian
8. Melindungi kelompok minoritas dan unsur asing

1.Memadukan antara Islam dan politik (agama dan negara)
Hasan Al-Banna berusaha keras mengajarkan umat Islam tentang syumuliyatul Islam(kesempurnaan Islam). Apalagi di awal dakwahnya, masyarakat Mesir masih memahami Islam secara parsial. Bahwa Islam adalah rukun iman dan rukun Islam. Sementara politik, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain tidak masuk dalam urusan din Islam.
Hasan Al-Banna dalam banyak kesempatan sangat menekankan pentingnya kembali pada syumuliyatul Islam. Begitu pun beliau mencantumkan pembahasan ini di awal ushul isyrin (20 prinsip pokok Ikhwanul Muslimin dalam memahami Islam). Dalam lingkup inilah dakwah Hasan Al-Banna berada. Ia ingin menghilangkan pemikiran sempit yang mengurung Islam dalam ritual tertentu. Ia ingin membina umat Islam dengan pemahaman dan cakrawala luas yang bisa menggiring terbentuknya pribadi Islam yang diidam-idamkan.
2.Membangkitkan kesadaran wajib membebaskan tanah air Islam
Inilah pilar kedua dalam tarbiyah politik Hasan Al-Banna. Memperkuat kesadaran dan memicu sentimen wajib membebaskan tanah air Islam dari penjajahan dan penguasaan asing. Meskipun saat itu Mesir sendiri masih berada di bawah penguasaan Inggris, Hasan Al-Banna juga berpikir jauh ke negara-negara lain yang harus dibebaskan dari penjajahan dan penguasaan asing, termasuk Indonesia. Tentu saja ini adalah implikasi dari pemahaman bahwa umat Islam adalah satu tubuh dan tanah air Islam tidak dibatasi oleh sekat-sekat geografis, melainkan seluruh bumi di mana di atasnya dikumandangkan syahadat.
Upaya menyadarkan umat ini juga ditunjukkan secara faktual dengan keterlibatan Ikhwan mengusir penjajah dari Mesir dan Sudan, pengiriman mujahidin ke Palestina, sampai menekan pemerintah agar mendukung kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
3.Membangkitkan kesadaran wajib mendirikan pemerintahan Islami
Pilar yang kedua di atas sebenarnya hanyalah sarana. Tujuan utamanya adalah menegakkan eksistensi umat Islam agar hidup dengan aqidah dan syariat Islam. Untuk itu, setelah membebaskan negara dari penjajahan dan penguasaan asing, target berikutnya adalah mendirikan pemerintahan yang islami.
Eksistensi umat Islam tidak bisa tegak kecuali jika belenggu penjajahan di segala aspek, baik ekonomi, politik, undang-undang, dan sebagainya bisa dibebaskan, lalu diatur dengan sistem Islam. Dari sini kita mengetahui, bahwa mendirikan pemerintahan Islami merupakan kewajiban, sekaligus kebutuhan yang mau tidak mau harus ditunaikan. Atas dasar inilah sampai saat ini Ikhwan di berbagai negara berupaya merealisasikan tarbiyah politik Hasan Al-Banna untuk mendirikan pemerintahan islami baik dengan mendirikan partai politik atau metode lain. Namun demikian, mendirikan pemerintahan Islami ini bukan hanya tugas Ikhwan dan siapapun yang berhasil mendirikan perlu didukung bersama.
4.Menegakkan eksistensi umat Islam
Pilar keempat dari tarbiyah politik Hasan Al-Banna adalah menegakkan eksistensi umat Islam agar mampu mengatur kehidupan masyarakat Islam di wilayah negaranya dan juga dunia internasional dalam satu ikatan di bawah panji Islam.
Islam telah membuktikan tegaknya eksistensi umat dalam skala besar, mengumpulkannya dengan aqidah yang satu, syariat yang satu, nilai-nilai yang sama, adab yang sama, pemahaman dan syariah yang sama serta dalam satu kiblat. Cukuplah mempersatukan umat dengan tiga perkara: pertama, kesatuan referensi (wihdatul maraji’iyah), semuanya berhukum dengan syariah Islam yang bersandar pada Al-Qur’an dan Sunnah; kedua, kesatuan tanah air Islam (wihdatu darul Islam), meskipun terdiri dari banyak negara yang jaraknya berjauhan; ketiga, kesatuan kepemimpinan (wihdatul qiyadah as-siyasiyah), yang diwujudkan dengan khalifah sebagai pemimpin tertinggi.
5.Menyadarkan kewajiban persatuan Islam
Pilar kelima ini melengkapi pilar keempat, yaitu membangun kesadaran wajib mempersatukan umat. Pilar ini merupakan tuntutan wajib dalam Islam sekaligus tuntutan aksiomatik secara duniawi.
Dalam hal ini tidak ada kontradiksi antara persatuan Islam dan nasionalisme yang kita kenal. Persatuan Islam juga tidak menganulir paham kebangsaan atau kesukuan. Dalam risalah dakwatuna, Hasan Al-Banna telah menjelaskan bagaimana sikapnya terhadap berbagai paham termasuk nasionalisme dan kebangsaan. Meskipun istilahnya sama, tetapi ada berbagai varian yang dimaksudkan dengan satu istilah itu. Dan karenanya, kita tidak boleh menggeneralisasinya.
6.Menyambut Sistem Undang-undang dan Parlementer
Terkadang sebagian orang dan sebagian ikhwan mendengarkan slogan “Al-Qur’an dusturuna” itu artinya mereka menolak hukum positif apapun. Akan tetapi sebenarnya, yang dimaksud dengan slogan itu adalah menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan tertinggi, kepadanyalah kita kembalikan segala urusan. Maka aturan-aturan di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an.
Dengan demikian, boleh bagi umat Islam untuk membuat aturan-aturan yang lebih detail yang merupakan penjabaran dari Al-Qur’an untuk diimplementasikan dalam kehidupan praktis, serta aturan-aturan detail lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan Aqidah dan syariat Islam.
7.Mengkritisi Multipartai dan Kepartaian
Pilar ke-7 dari tarbiyah politik Hasan Al-Banna adalah ketidaksetujuannya dengan partai-partai yang ada di Mesir saat itu serta ketidaksetujuannya terhadap multipartai. Hasan Al-Banna melihat bahwa banyaknya partai justru membawa mafsadat bagi umat karena yang terjadi adalah perpecahan umat akibat sikap fanatik pada partai. Di samping itu, partai-partai yang ada juga tidak mewakili umat secara benar, bahkan cenderung dibangun hanya untuk meraih kekuasaan tanpa memiliki basis ideologi Islam. Tidak banyak perbedaan program dari semua partai, tetapi semuanya ingin berkuasa dan mendapatkan keuntungan materi. Karenanya, Hasan Al-Banna lebih setuju pada konsep partai tunggal agar rakyat -Mesir khususnya, saat itu- bisa bersatu dan lebih mudah mencapai tujuan.
Pada pilar ke-7 inilah Dr. Yusuf Qaradhawi berbeda pendapat dengan Hasan Al-Banna. Karena partai tunggal justru mendatangkan mudarat yang lebih besar bagi umat, terutama munculnya diktatorisme seperti yang kemudian terjadi di Mesir saat Gamal Abdul Naser melancarkan revolusi lalu menghapus partai-partai dan menghimpun rakyat di bawah jargon “persatuan nasional”. Faktor ini mungkin belum disadari oleh Hasan Al-Banna sebelumnya. Meski demikian, Hasan Al-Banna telah mendapatkan pahala atas ijtihadnya, insya Allah.
8.Perlindungan bagi Kaum Minoritas dan Orang Asing
Inilah pilar ke-8 tarbiyah politik Hasan Al-Banna. Dan memang inilah Islam. Ia rahmatan lil ‘alamin. Islam pada dasarnya melindungi siapa saja yang tidak memusuhi Islam. Apalagi jika pihak non muslim itu tunduk di bawah naungan negara Islam. Ini sangat berbeda dengan paham kelompok-kelompok garis keras yang cenderung mengambil langkah kekerasan sebagai prioritas utama dalam bersikap menghadapi orang asing.
Dalam fakta sejarah, kita telah mendapatkan perlindungan Nabi kepada kaum Yahudi Madinah, perlindungan Umar pada Nasrani Palestina, juga perlindungan Shalahudin Al-Ayubi pada Nasrani Palestina, dan lain-lain. Saat Islam memegang kekuasaan, kaum minoritas akan terlindungi, karena Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Wallaahu a’lam bish shawab.
(Da'watuna.com)

Doa Anak-anak Gaza di Pagi Hari

Tuhan
Pagi ini kami ingin sekolah
Kami rindu pada madrasah kami yang indah
Kami rindu pada cerita Lubna dan Antarah
Tentu juga Sirah Rasulillah
Pagi ini kami ingin secuil roti
Kami ingin sepotong keju
Setetes susu
Dan sebutir Tin dan Zaitun
Pagi ini kami ingin belaian cinta
Ayah kami tercinta
Paman kami tercinta
Kakek kami tercinta
Pagi ini kami ingin matahari
Yang cerah menyinari gaza
Dan mengusir segala kecemasan jiwa
O Tuhan, apakah mereka akan merampas juga
Matahari kami, atau menutup Gaza
Tanpa matahari
Sehingga tak ada lagi pagi bagi kami
Tuhan
Biarlah mereka mengucilkan kami dari dunia
Asal setiap pagi
Kau masih tersenyum pada kami
Dunia tidak penting lagi bagi kami
Tuhan
Kami tidak pernah mengemis kemerdekaan pada siapapun
Karena kami telah memiliki kemerdekaan itu
Setiap kami menyebut nama-Mu
Dan setiap kami rukuk dan sujud kepada-Mu
Tuhan ini pagi ini kami tetap tersenyum kepada-Mu
Maka tersenyumlah kepada kami

Minggu, 20 Maret 2011

Antara Guru dan Murid

Ibarat Guru dan Murid di sekolah, sepintar-pintarnya murid, ia tetap tak bisa mengisi raportnya sendiri!
(karena itu bukan HAKnya murid)
begitu pula antara Allah dan hambaNya (manusia), merasa se-sholeh apapun hamba, ia tak pernah tahu berapa baik catatan amalnya! jumlah amal baik yang diterima pun it tak tahu (walau memang Allah itu menuruti bagaimana prasangka hambaNya kepadaNya).
jika raportnya sendiri ia tak berhak mengisinya, apalagi mengisi raport temannya (walau teman sebangku dan sekelas). karena itu bukan haknya!
maknanya, jika catatan amal baik diri sendiri (raport) kita tak berhak mengisi, bagaimana kita bisa menghakimi dan menilai (baca: mengisi raport) orang lain dan memvonis orang sbg ahli syurga/neraka? (kecuali amalan yang memang sudah secara nash/jelas dihukumi oleh AlQuran dan Sunnah).
Wallaahu a'lam.
............................RENUNGKANLAH.........................